Mekanisme Usaha Gaduh Domba Jenis Kibas (Ekor Gemuk)

Posted by Komara Thursday, January 14, 2010

Gaduh berasal dari bahasa Jawa yang secara sederhana dapat diartikan sebagai seseorang yang memberikan modal yang dimilikinya untuk dikembangkan orang lain. Gaduh biasanya diterapkan pada peternakan dengan mekanisme bagi hasil antara peternak dan pemilik modal. Mekanisme gaduh ini telah terbukti saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, pemilik modal dan pedomba21ternak.

Radio Komunitas Lintas Merapi, Kelompok Ternak Ngudi Rukun, dan Pasar Komunitas mengembangkan manajemen investasi online. Pemodal dan peternak yang saling berjauhan mampu berkomunikasi secara vitual dalam fitur yang sudah disediakan di website Pasar Komunitas.

Mekanisme dan Sistem Gaduh

Pemilik modal menyediakan uang Rp. 700.000,00 untuk pembelian Domba Kibas (domba gembel buntut gemuk). Domba gembel yang dibeli merupakan kualitas unggulan. Berbeda dengan domba gembel biasa yang seharga Rp. 500.000,00. Pemilihan domba unggulan karena mempertimbangkan kualitas anak yang dihasilkan akan bagus seperti induknya, dengan harga jual yang lebih stabil, sehingga lebih menguntungkan dimbanding dengan domba biasa. Domba yang dibeli adalah domba induk yang sudah siap untuk bereproduksi.

Domba unggulan biasanya bereproduksi setahun dua kali (enam bulan masa kehamilan), dengan jumlah anak yang dilahirkan rata-rata satu ekor. Jika anak domba yang dilahirkan adalah jantan, maka anak domba tersebut dijual setelah berumur 6 bulan. Pemilik modal akan akan mendapatkan 40% dari penjualan, dan peternak mendapatkan 60% sebagai ganti atas pemeliharaan. Harga domba jantan kurang lebih satu juta rupiah.

Namun, jika anak-anak domba yang dihasilkan adalah berjenis kelamin betina maka mengikuti alur penggaduhan selanjutnya. Anak pertama akan menjadi milik penggaduh, namun tidak boleh dijualbelikan sampai lahirnya anak kedua dalam kondisi yang sehat. Anak kedua sepenuhnya adalah milik pemodal. Pemodal berhak untuk menjual atau memberikan anak domba kedua ini untuk digaduh kembali. Sistem pembagian hasil ini begitu seterusnya sampai domba yang diinvestasikan beranak-pinak.

dombaAnak pertama yang merupakan milik dari peternak tidak boleh dijualbelikan karena mekanisme bagi hasil belum berjalan sempurna. Pada posisi ini baru peternak yang memperoleh keuntungan. Selain itu, tidak boleh dijualbelikan untuk memberikan jaminan pada peternak bahwa mereka punya modal yang produktif atau tabungan dan tidak digunakan untuk hal-hal yang konsumtif. Anak pertama tersebut boleh dijualbelikan jika peternak dalam keadaan mendesak, misalnya sakit, kematian, bencana, dll. Pengawasan terhadap hal ini dilakukan oleh kelompok ternak Ngudi Rukun dan Radio Komunitas Lintas Merapi.

Induk domba rata-rata mampu beranak sebanyak empat sampai lima kali, kurang lebih masa produktifnya dua tahun. Setelah itu, domba induk tersebut dijual sebagai pedaging. Domba induk yang dijual ini berharga kurang lebih 500 ribu. Namun yang akan diterima pemilik modal sebesar 400 ribu, karena 100 ribu (20%) akan dikontribusikan ke Radio Komunitas Lintas Merapi dan kelompok ternak atas peran-peran sosialnya dalam masyarakat dan atas jasa-jasarnya dalam melakukan pengawasan dan quality control selama dua tahun terhadap sistem gaduh yang dijalankan. Peran-peran Radio Komunitas Lintas Merapi dan Kelompok Ternak Ngudi Rukun adalah:

*

Melakukan pengawasan dan memberikan jaminan terhadap sistem gaduh sehingga tidak akan terjadi kecurangan di kedua belah pihak. Pengawasan terhadap peternak dilakukan dengan rapat bulanan, tepatnya malam Rabu Pahing.

*

Mengatur jual beli, mencarikan pembeli dan mencarikan bibit, sehingga memudahkan pemodal dan peternak.
*

Mencarikan pejantan untuk reproduksi
*

Melakukan tanggung renteng. Jika peternak melakukan kecurangan atau mengalami musibah sehingga tidak bisa memelihara domba, maka kelompok dan radio komunitas wajib mencari peternak lain untuk tetap menjaga sistem gaduh berjalan normal.
*

Melakukan transfer pengetahuan pada peternak-peternak sehingga memiliki cukup bekal untuk memelihara domba dan ternak-ternak yang lain.
*

Melaporkan setiap perkembangan (melahirkan, sakit, hilang, setoran, dll) melalui website Pasar Komunitas. Laporan dalam bentuk foto dan tulisan.

Cara Pemelihaaan Domba

Kelompok Ngudi Rukun terdiri dari 20 orang. Masing-masing anggota kelompok mampu memelihara domba sebanyak lima ekor. Pembatasan lima ekor untuk menjaga kualitas ternak yang dikembangkan dan untuk menjaga kesesuaian kemampuan peternak dalam mengatur waktu karena harus bekerja di sektor lain, pertanian, perkembunan, dll.

Domba dipelihara di kandang pribadi milik masing-masing peternak yang biasanya terletak di belakang rumah. Domba tidak ditempatkan dalam kandang bersama. Sehingga, pengontrolan pertumbuhan domba bisa dilakukan lebih intensif. Keuntungan lainnya dari pemeliharaan di kandang pribadi peternak adalah pemodal tidak perlu takut kalau dombanya tertukar dengan domba milik orang lain.

Kelompok Ngudi Rukun dan Radio Komunitas Lintas Merapi akan melakukan pengawasan secara formal melalui laporan-laporan yang disampaikan oleh peternak dalam rapat bulanan, malam Rabu Pahing. Pengawasan secara langsung juga pasti akan terjadi karena masing-masing peternak berada dalam satu desa yang memiliki kekerabatan yang tinggi. Perkembangan apapun yang terjadi akan langsung bisa terdeteksi.

Hasil rapat dan perkembangan domba-domba dilaporkan melalui website Pasar Komunitas. Untuk itu, para pemodal dapat terus menerus memantau perkembangan domba yang digaduhkan.

Simulasi Pemeliharaan

Pak Slamet adalah karyawan yang bekerja di salah satu perusahaan yang ada di Jakarta. Pak Slamet membuka-buka website Pasar Komunitas dan tertarik untuk melakukan penggaduhan. Pak Slamet kemudian mengkontak Pasar Komunitas dan Radio Komunitas Lintas Merapi. Setelah mengontak dan mengonfirmasi mekanisme gaduh yang dijelaskan di website, kemudian Pak Slamet setuju untuk mengirimkan uang sebesar 700 ribu. Pak Slamet berencana membeli satu ekor Domba Kibas.

Tanggal 2 Januari 2007, peternak dan Radio Komunitas Lintas Merapi membeli seekor domba untuk Pak Slamet. Domba tersebut dipelihara dan siap dikawinkan seminggu kemudian. Bulan Juni 2007, induk domba telah beranak. Anak domba pertama (D-1) berjenis kelamin betina. Pada bulan Juli 2007, induk domba dikawinkan kembali dan melahirkan anak kedua (D-2) pada bulan Januari 2008. domba pertama (D-1) adalah milik peternak dan domba kedua (D-2) adalah milik Pak Slamet.

Pak Slamet memutuskan untuk menggaduhkan kembali D-2. Pada bulan Juni 2008, D-2 sudah siap dikawinkan dan beranak pada desember 2008. Sedangkan induk domba pada tahun 2008 menghasilkan dua anak domba lagi (D-3 dan D-4). Pada Januari 2009, Pak Slamet sudah memiliki 4 domba, yaitu satu induk domba, D-2, D-4, dan calon anak dari D-2.

Juli 2009, induk domba melahirkan anak kelima yang berjenis kelamin jantan. Anak kelima ini kemudian dijual, tidak digaduhkan lagi, sehingga Pak Slamet mendapatkan 40% dari hasil penjualan. Induk domba sudah melahirkan lima kali sehingga akan dijual untuk diambil dagingnya. Induk domba ini laku seharga 500 ribu. Pak Slamet menerima uang sebesar 400 ribu, karena 100 ribu sisanya dikontribusikan kepada Radio Komunitas Lintas Merapi dan Kelompok Ternak Ngudi Rukun atas jasa-jasanya selama dua tahun.

Anak-anak domba yang digaduhkan, D-2, D-4, anak D-2, dan seterusnya, berkembang terus-menerus sesuai dengan sistem gaduh yang sudah ada. Lima tahun kemudian Pak Slamet dengan mudah bisa menyekolahkan anaknya dari hasil menjual kambing-kambing hasil gaduh ini.

1 Responses to Mekanisme Usaha Gaduh Domba Jenis Kibas (Ekor Gemuk)

  1. Saya senang kalo ada yang mengkopi dan menyebarluaskan artikel yang saya buat. Tapi perlu dicantumkan alamat sumber aslinya dong... Misalnya cukup ditulis dibagian bawah: "diambil dari http://pasarkomunitas.com/". Gitu aja cukup, bos. hehehehe...

     

Post a Comment

Kelahiran Domba Garut

Waktu Kawin
Bulan
Hari
Tahun
powered by PRBbutton